Anak Menangis Ketika Shalat, Apakah Boleh Mempercepat Shalatnya? | Konsultasi Muslim
Ibu-ibu yang mempunyai anak
kecil pasti mencari waktu yang tepat untuk melaksanakan kewajibannya, salah
satunya adalah melaksanakan shalat 5 waktu, yang di mana shalat 5 waktu harus
dikerjakan di waktu-waktu tertentu saja dan memiliki keterbatasan waktu. Maka
bagi ibu-ibu yang memiliki anak kecil pasti sangat kesulitan untuk mengerjakan
shalat, apalagi ketika berjama’ah di Masjid.
Namun dalam masalah shalat rupanya
sudah dibahas oleh baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sejak 1500 tahun
yang lalu dan Islam tidak ingin memberatkan ibu-ibu yang memiliki anak kecil.
Dari Syarik bin Abdullah rodhiyallahu
‘anhu berkata, aku mendengar Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu berkata :
مَا صَلَّيْتُ وَرَاءَ إِمَامٍ
قَطُّ أَخَفَّ صَلاَةً، وَلاَ أَتَمَّ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَإِنْ كَانَ لَيَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ، فَيُخَفِّفُ مَخَافَةَ
أَنْ تُفْتَنَ أُمُّهُ
Aku tidak pernah shalat di
belakang imam yang lebih cepat dan lebih sempurna shalatnya dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Dan di saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar
tangisan bayi, beliau mempercepat shalatnya karena khawatir ibunya merasa
tertekan. (HR. Bukhari, hadist no. 708).
Dari Qotadah rodhiyallahu
‘anhu berkata, bahwa Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu bercerita, bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنِّي لَأَدْخُلُ فِي الصَّلاَةِ
وَأَنَا أُرِيدُ إِطَالَتَهَا، فَأَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ، فَأَتَجَوَّزُ فِي
صَلاَتِي مِمَّا أَعْلَمُ مِنْ شِدَّةِ وَجْدِ أُمِّهِ مِنْ بُكَائِهِ
Aku sedang shalat dan aku
ingin memperlama shalatku, namun aku mendengar anak kecil menangis, maka aku
percepat shalatku karena aku tau akan kekhawatiran ibunya disebabkan anaknya
yang menangis. (HR. Bukhari, hadist no. 709).
Bagaimana jika seorang Wanita
Shalat sendiri di rumahnya kemudian Mendengar anaknya menangis? Apakah
shalatnya harus dibatalkan?
Di dalam Al-Mausu’ah
Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah disebutkan :
أَمَّا قَطْعُهَا بِمُسَوِّغٍ
شَرْعِيٍّ فَمَشْرُوعٌ، فَتُقْطَعُ الصَّلاَةُ لِقَتْل حَيَّةٍ وَنَحْوِهَا لِلأْمْرِ
بِقَتْلِهَا، وَخَوْفِ ضَيَاعِ مَالٍ لَهُ قِيمَةٌ لَهُ أَوْ لِغَيْرِهِ، وَلإِغَاثَةِ
مَلْهُوفٍ، وَتَنْبِيهِ غَافِلٍ أَوْ نَائِمٍ قَصَدَتْ إِلَيْهِ نَحْوَ حَيَّةٍ،
وَلاَ يُمْكِنُ تَنْبِيهُهُ بِتَسْبِيحٍ
Memutus ibadah fardhu dengan
alasan yang dibenarkan syari’at termasuk dianjurkan. Seperti, membatalkan shalat
dengan alasan membunuh ular karena adanya perintah (dari syara’) untuk
membunuhnya. Dan alasan khawatir sia-sianya harta miliknya atau milik orang
lain, menolong orang yang sedang kesusahan, memperingatkan orang yang lupa atau
orang tidur yang akan diserang oleh ular, dan tak mampu memperingatkannya
dengan tasbih. (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, jilid 34 halaman 51).
Berdasarkan fatwa ulama di
atas, maka membatalkan shalat dengan alasan anak menangis tidak termasuk yang dianjurkan
syari’at Islam, hanya saja dia bisa meringankan shalatnya seperti yang
dilakukan oleh baginda Nabi shalallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berjama’ah di Masjid.
Di dalam Mauqi’ul Islam Sual
wa Jawab menuqil dari kitab Matholib Ulin Nuha :
ويسن للإمام تخفيف الصلاة إذا عرض
لبعض مأمومين في أثناء الصلاة ما يقتضي خروجه منها كسماع بكاء صبي , لقوله صلى
الله عليه وسلم: (إني لأقوم في الصلاة وأنا أريد أن أطول فيها , فأسمع بكاء الصبي
, فأتجوز فيها مخافة أن أشق على أمه)
Dan disunnahkan bagi imam
untuk meringankan shalatnya apabila ada masalah dengan sebagian makmum pada
saat shalat jamaah, sehingga mendesak makmum untuk segera menyelesaikan
shalatnya, seperti mendengar tangisan bayi. Hal ini berdasarkan sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam : Aku pernah mengimami shalat, dan aku ingin
memperlama bacaannya. Kemudian aku mendengar tangisan bayi, maka akupun
memperingan shalatku karena aku tidak ingin memberatkan ibunya. (HR. Bukhari,
hadist no. 707).( Mauqi’ul Islam Sual wa Jawab, jilid 5 halaman 828).
Ibnu Rojab Al-Hanbali
rohimahullah mengomentari hadits di atas sebagaimana disebutkan di dalam kitab
Fathul Baari Syarah Shahih Bukhari atau Fathul Baari Libni Rojab :
وفي الحَدِيْث: دليل عَلَى أن من
دَخَلَ الصلاة بنية إطالتها فله تخفيفها لمصلحة، وأنه لا تلزم الإطالة بمجرد النية
Hadist ini adalah dalil
bahwa barangsiapa yang mengerjakan shalat dengan niat ingin memanjangkan bacaan
shalatnya, maka dia boleh meringankan shalatnya karena suatu kepentingan, dan
dia tidak wajib memanjangkan sebagaimana niatnya semula. (Fathul Baari Libni
Rojab, jilid 6 halaman 234).
Berdasarkan hadist dan
perkataan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Dianjurkan bagi imam
ketika shalat berjama’ah mempercepat shalatnya jika mendengar anak kecil
menangis, karena dikhawatirkan ibunya cemas dan membuat hatinya tidak tenang,
dan perbuatan mempercepat shalat itu pernah dilakukan oleh baginda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana disebutkan di dalam hadist di atas.
2. Boleh bagi seorang ibu
mempercepat shalatnya jika anaknya menangis dan hal itu membuat dirinya
khawatir terhadap anaknya.
3. Mempercepat shalat
bukanlah tanpa aturan, artinya diperbolehkan mempercepat shalat, asalkan tidak
meninggalkan rukun shalat, seperti tuma’ninah dan lainnya.
Semoga bermanfaat.
Penulis : Fastabikul Randa
Ar-Riyawi
Posting Komentar