Hukum Mengganti uang Kembalian dengan Permen dalam Islam | Konsultasi Muslim
Pada dasarnya setiap perkara
mu’amalah diperbolehkan di dalam Islam sampai ada dalil yang melarang perbuatan
tersebut.
Sebuah qoidah ushul fiqh
menyebutkan :
الأصل في المعاملات الإباحة إلا أن
يدل الدليل على التحريم
Asal hukum dalam perkara mu’amalah adalah boleh sampai
ada dalil yang mengharamkannya.
Qoidah lain menyebutkan :
الأصل في الأشياء الإباحة إلا ما
ثبت بالدليل منعه
Asal hukum segala sesuatu
(perkara mu’amalah) adalah boleh kecuali ada dalil yang melarangnya. (Zahrotut
Tafaasir, jilid 1 halaman 187).
Banyak kita temukan praktek
jual beli dalam penukaran uang, baik itu di warung-warung maupun di mini
market. Di mana kembalian uangnya diganti dengan permen dan hal ini adalah
sesuatu yang biasa terjadi di kalangan masyarakat.
Bagaimana hukum Islam
memandang permasalahan ini?
Akad jual beli di dalam
Islam adalah dengan adanya sama-sama ridho antara penjual dan pembeli, sehingga
tidak terdapat permasalahan di kemudian hari.
Dalam permasalahan uang kembalian
yang diganti dengan permen atau barang lainnya karna tidak ada uang kembalian
sejumlah tersebut, ada beberapa catatan yang harus diperhatikan :
1. Jika kedua belah pihak
sama-sama ridho dengan uang kembalian yang diganti dengan permen, maka
transaksinya sah dan halal.
Sebuah qoidah ushul fiqh
menyebutkan :
الحكم
يدور مع العلة وجودا وعدما
Hukum itu berputar beserta illatnya,
baik dari sisi wujudnya maupun ketiadaannya illatnya.
Artinya : Pada hakikatnya menukar
uang kembalian dengan permen tanpa persetujuan pembeli hukumnya haram, namun
hukumnya menjadi boleh jika pembeli menyetujuinya. Harus ada kerelaan dalam
transaksi, apalagi dalam mengganti uang kembalian.
2. Jika pembeli tidak ridho
uang kembaliannya diganti permen atau barang yang lain, maka hukumnya menjadi
haram.
Allah berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا
تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً
عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu. (QS. An-Nisa’ : 29).
Imam An-Nawawi rohimahullah menuqil
perkataan Imam Syafi’i sebagaimana disebutkan di dalam kitabnya Al-Majmu’
Syarah Al-Muhadzab :
وقال الشافعي في أحد قولى الجديد
والحنفية ومالك والجمهور من الفقهاء انه يشترط اذن المالك، ولا يجبر صاحب الجدار
إذا امتنع، وحملوا النهى على التنزيه جمعا
بينه وبين الادلة القاضية بأنه " لا يحل مال امرئ " مسلم الا بطيبة من
نفسه
Imam
Syafi’i berkata di dalam salah satu qoul jadidnya dan begitu juga ulama
Hanafiyyah, imam Malik dan kebanyakan ulama fiqih : sesungguhnya disyaratkan
izin pemilik. Dan rtidak boleh memaksa pemiliknya apabila menolak. Dan larangan
ini dengan menggabungkan beberapa dalil yang nyata : “Tidak halal harta seorang
muslim kecuali dengan kerelaan darinya.” (Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzab,
jilid 13 halaman 407).
Untuk itu, jika si pembeli
tidak ridho uang kembaliannya diganti dengan permen atau yang lainnya, maka
hukumnya haram dan harus ditinggalkan.
Contoh 1 : ada
sebuah transaksi jual beli makanan, di mana uang kembaliannya berjumlah 300 rupiah.
Penjual harus menanyakan
terlebih dahulu : pak, uang kembalian 300 rupiah tidak ada, mau diganti permen
atau bagaimana?
Jika si pembeli mengiyakan,
maka sudah termasuk rela dan boleh hukumnya.
Contoh 2 : penjual
langsung berkata : pak, uang 300 rupiah diambil permen ya atau kerupuk.
Nah, dalam hal ini masih
belum jelas, apakah si pembeli benar-benar ridho terhadap penukaran tersebut
atau tidak. Jika dia tidak ridho, maka tentunya tidak boleh, karna pada
dasarnya transaksi itu harus sama-sama rela.
Dari Abu Sa’id Al-Kudry
rodhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ
Sesungguhnya jual beli
hanyalah dilakukan dengan saling ridho. (HR. Ibnu Majah, hadits no. 2185).
Maka harus ada kesepakatan
terlebih dahulu dan tanyakan terlebih dahulu sebelum menggangti uang kembalian
dengan permen ataupun dengan barang yang lain, agar transaksi tetap sah dan
berkah di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Semoga bermanfaat.
Penulis : Fastabikul Randa
Ar-Riyawi
Posting Komentar